Musibah, betapa pun kecilnya, selalu
akan meninggalkan duka. Lebih-lebih bila musibah itu skalanya besar,
duka itu bisa menjelma menjadi nestapa yang berkepanjangan. Apa
sebenarnya makna dari sebuah musibah? Pelajaran apa yang bisa kita ambil
dari peristiwa yang telah merenggut ratusan ribu nyawa manusia dan
harta yang demikian besar itu? Berikut ini penjelasan asy-Syaikh Muqbil
tentang hakikat gempa, yang kita bisa mengambil pelajaran darinya dalam
musibah gempa bumi dan tsunami.
Orang-orang berbeda pendapat dalam
(menjelaskan penyebab terjadinya) gempa. Ada yang mengatakan bahwa gempa
merupakan peristiwa yang bersifat alami, tidak ada kaitannya dengan
agama. Sebagian lainnya mengatakan bahwa gempa merupakan ketentuan dan
takdir Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak ada kaitannya dengan dosa.
Ada lagi yang mengatakan bahwa gempa
merupakan kejadian untuk membuat takut manusia dan tiada kaitannya
dengan dosa. Sebagian lagi mengatakan bahwa gempa terjadi disebabkan
oleh dosa manusia.
Jawabannya,—Allah subhanahu wa ta’ala
lah yang memberikan taufik untuk kebaikan dan kebenaran—sesungguhnya
gempa itu untuk menciptakan rasa takut (mengingatkan supaya sadar dan
kembali kepada agama –pen.) dan ia (terjadi) dengan qadha dan qadar Allah subhanahu wa ta’ala.
Gempa juga terjadi disebabkan dosa-dosa
manusia. Dengan demikian, terjadinya gempa adalah untuk membuat takut
manusia yang (masih) hidup yang menyaksikan kejadian itu.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِن مِّن قَرۡيَةٍ إِلَّا نَحۡنُ مُهۡلِكُوهَا قَبۡلَ يَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَوۡ مُعَذِّبُوهَا عَذَابٗا شَدِيدٗاۚ كَانَ ذَٰلِكَ فِي ٱلۡكِتَٰبِ مَسۡطُورٗا ٥٨ وَمَا مَنَعَنَآ أَن نُّرۡسِلَ بِٱلۡأٓيَٰتِ إِلَّآ أَن كَذَّبَ بِهَا ٱلۡأَوَّلُونَۚ وَءَاتَيۡنَا ثَمُودَ ٱلنَّاقَةَ مُبۡصِرَةٗ فَظَلَمُواْ بِهَاۚ وَمَا نُرۡسِلُ بِٱلۡأٓيَٰتِ إِلَّا تَخۡوِيفٗا ٥٩
“Tidak ada satu
negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya
sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat
keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh).
Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami mengirimkan (kepadamu)
tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah
didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud
unta betina itu (sebagai mu’jizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka
menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda itu melainkan
untuk menakuti.” (Al-Isra’: 58—59)
Ayat yang menerangkan bahwa gempa merupakan kejadian dengan qadha dan qadar Allah subhanahu wa ta’ala adalah firman-Nya,
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ ٢٢
“Tiada satu
bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
(Al-Hadid: 22)
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَهۡدِ قَلۡبَهُۥۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ١١
“Tidak ada satu
musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan barang
siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk
kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At-Taghabun: 11)
Adapun bahwa gempa disebabkan dosa-dosa, sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia,
قَالَ أَوَلَوۡ جِئۡتُكَ بِشَيۡءٖ مُّبِينٖ ٣٠
“Dan musibah apa
pun yang menimpa kamu tidak lain disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
ذَٰلِكَ أَن لَّمۡ يَكُن رَّبُّكَ مُهۡلِكَ ٱلۡقُرَىٰ بِظُلۡمٖ وَأَهۡلُهَا غَٰفِلُونَ ١٣١
“Yang demikian
itu adalah karena Rabbmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya,
sedangkan penduduknya dalam keadaan lengah (belum diingatkan).” (Al-An’am: 131)
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهۡلِكَ ٱلۡقُرَىٰ بِظُلۡمٖ وَأَهۡلُهَا مُصۡلِحُونَ ١١٧
“Dan Rabbmu
sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang
penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Hud: 117)
وَكَمۡ أَهۡلَكۡنَا مِن قَرۡيَةِۢ بَطِرَتۡ مَعِيشَتَهَاۖ فَتِلۡكَ مَسَٰكِنُهُمۡ لَمۡ تُسۡكَن مِّنۢ بَعۡدِهِمۡ إِلَّا قَلِيلٗاۖ وَكُنَّا نَحۡنُ ٱلۡوَٰرِثِينَ ٥٨ وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهۡلِكَ ٱلۡقُرَىٰ حَتَّىٰ يَبۡعَثَ فِيٓ أُمِّهَا رَسُولٗا يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِنَاۚ وَمَا كُنَّا مُهۡلِكِي ٱلۡقُرَىٰٓ إِلَّا وَأَهۡلُهَا ظَٰلِمُونَ ٥٩
“Dan berapa
banyak (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang telah
bersenang-senang dalam kehidupannya. Itulah tempat kediaman mereka yang
tiada didiami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebagian kecil. Dan Kami
adalah pewarisnya. Dan tidak adalah Rabbmu membinasakan kota-kota,
sebelum Dia mengutus di kota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat
Kami kepada mereka dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota;
kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” (Al-Qashash: 58—59)[1]
Gempa juga merupakan azab bagi orang
yang jahat sebagaimana (ayatayat) lalu dan sebagai rahmah (kasih sayang)
kepada seorang muslim. al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim
meriwayatkan dalam kitab Shahih keduanya dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ: الْمَطْعُوْنُ وَالْمَبْطُوْنُ وَالْغَرِيْقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيْدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Para syuhada itu ada lima golongan: yang terkena tha’un (penyakit karena bakteri pada tikus), mabthun[2], tenggelam, terkena reruntuhan, dan yang syahid di jalan Allah subhanahu wa ta’ala.”
Karena itu, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan (akibat gempa) menjadi syahid di jalan Allah subhanahu wa ta’ala
baik dewasa atau anak kecil, laki-laki ataupun wanita. Kaum muslimin
yang saleh serta anak-anak mereka terkena musibah akibat dosa yang
dilakukan oleh selain mereka[3], sebagaimana firman-Nya,
وَٱتَّقُواْ فِتۡنَةٗ لَّا تُصِيبَنَّ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمۡ خَآصَّةٗۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٢٥
“Dan peliharalah
dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim
saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”
(Al-Anfal: 25)
Al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih keduanya dari Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ حَتَّى إِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ اْلأَرْضِ خُسِفَ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ثُمَّ يُبْعَثُوْنَ عَلىَ نِيَّاتِهِمْ
“Sekelompok
pasukan perang ingin menyerang Ka’bah. Ketika berada di tempat yang
bernama al-Baida’ dari bumi, mereka ditenggelamkan ke dalam perut bumi
awal hingga akhirnya (semuanya). Lalu mereka akan dibangkitkan sesuai
dengan niat mereka.”
Demikian pula gempa menjadi cobaan bagi keluarga yang meninggal karena reruntuhan itu, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٥٣ وَلَا تَقُولُواْ لِمَن يُقۡتَلُ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتُۢۚ بَلۡ أَحۡيَآءٞ وَلَٰكِن لَّا تَشۡعُرُونَ ١٥٤ وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٥٥ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ ١٥٦ أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ ١٥٧
“Hai orang-orang
yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) shalat. Sesungguhnya Allah beserta orangorang yang sabar.
Janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan
Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup,
tetapi kamu tidak menyadarinya. Sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’. Mereka itulah
yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah:153—157)
Gempa pun menjadi peringatan atas jauhnya seseorang dari syariat Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَوَلَا يَرَوۡنَ أَنَّهُمۡ يُفۡتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٖ مَّرَّةً أَوۡ مَرَّتَيۡنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمۡ يَذَّكَّرُونَ ١٢٦
“Tidakkah mereka
(orang-orang munafik) memerhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua
kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak
(pula) mengambil pengajaran?” (At-Taubah: 126)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman mengisahkan tentang Nabi Yunus ‘alaihissalam,
فَلَوۡلَا كَانَتۡ قَرۡيَةٌ ءَامَنَتۡ فَنَفَعَهَآ إِيمَٰنُهَآ إِلَّا قَوۡمَ يُونُسَ لَمَّآ ءَامَنُواْ كَشَفۡنَا عَنۡهُمۡ عَذَابَ ٱلۡخِزۡيِ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَمَتَّعۡنَٰهُمۡ إِلَىٰ حِينٖ ٩٨
“Mengapa tidak
ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat
kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman,
Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia,
dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang
tertentu.” (Yunus: 98)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan taufik-Nya kepada kita untuk kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala
dan berhukum dengan Kitabullah serta Sunnah Rasul-Nya, serta untuk
menghilangkan kemaksiatan yang (banyak dilakukan) di hotel-hotel. Juga
melarang berbaurnya siswa laki-laki dan perempuan di perguruan tinggi
serta menghilangkan pembunuhan terhadap jiwa yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan kecuali yang dibenarkan.
Demikianlah, adapun orang yang
mengatakan bahwa gempa itu hanya bersifat alami, maka dia sesungguhnya
orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya matahari dan rembulan adalah dua tanda kebesaran Allah subhanahu
wa ta’ala. Tidaklah keduanya (mengalami) gerhana disebabkan oleh
kematian seseorang atau kehidupan seseorang, akan tetapi Allah
menimpakan rasa takut kepada hamba- Nya dengan keduanya. Maka bila
kalian melihat itu berdoalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala hingga
tersingkap gerhana itu….”
Orang yang mengatakan, “Ini hanya peristiwa alam,” berarti telah mencela kemuliaan yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada Nabi-Nya, di mana Allah subhanahu wa ta’ala telah menganugerahi Nabi-Nya bencana bagi orang-orang yang mengingkari mereka (para Nabi).
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menghancurkan sikap pengingkaran ini yang merupakan bencana jelek bagi agama-agama langit.
(Diterjemahkan dengan sedikit ringkasan dari tulisan Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i dalam bukunya al-Makhraj Minal Fitnah, hlm. 129—132, oleh al-Ustadz Qomar ZA)
[1] Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menukil ucapan ‘Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu, “Tidaklah turun musibah kecuali dengan sebab dosa dan tidaklah musibah diangkat oleh Allah subhanahu wa ta’ala kecuali dengan bertobat.” (al-Jawabul Kafi hlm. 118) -red.
[2]
Yaitu yang terkena penyakit perut yaitu ascites akibat lever dan perut
membusung. Dalam penafsiran lain: Diare. Dalam penafsiran lain: Yang
sakit perutnya. (Ahkamul Janaiz karya asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hlm. 51) -ed.
[3]
Maksudnya, ketika musibah menimpa suatu kaum karena dosa, maka musibah
itu tidak hanya menimpa orang yang berbuat dosa saja, namun orang yang
saleh pun terkena. Hanya saja bagi orang yang saleh, musibah itu akan
menjadi rahmat.
http://asysyariah.com/hikmah-ilahi-dibalik-musibah-gempa-bumi-dan-tsunami/
0 Response to "Hikmah Ilahi dibalik Musibah Gempa Bumi dan Tsunami"
Post a Comment